Film Indonesia: (tamu) di Negeri Sendiri?

Memasuki kuartal kedua tahun 2018, sejumlah film Indonesia menyemarakkan layar lebar bioskop. Sebanyak 47 film tercatat telah ditayangkan hingga minggu keempat April 2018. Beberapa film bertahan menguasai layar hingga lebih dari satu bulan, sedangkan yang lain tidak lebih dari satu pekan.

Tidak banyak eksplorasi yang dilakukan oleh para sineas terhadap pemilihan genre-nya. Separuh lebih dari total film yang sudah tayang di bioskop adalah film dengan genre drama. Jumlahnya mencapai 30 film. Sementara itu, jauh di bawahnya adalah genre romantis dengan jumlah 11 film.Sisanya adalah genre horor, komedi, dan religi.

Still foto salah satu scene film Dilan 1990 (2018). Sumber: https://cinemapoetica.com/dilan-1990-kata-kata-yang-tak-beristirahat/

Pasar, di mana posisi penonton berada, mengatur cukup baik film-film yang ditayangkan oleh layar-layar bioskop sampai saat ini. Sebesar apapun kualitas dan pengaruh dari sebuah film membawakan tema penting, pasar masih mengarahkan hasil akhir prosentase besaran pemasukan dari film-film ber-genre drama, diikuti romantis, lalu horor atau komedi.

Sejumlah film Indonesia yang masih mampu bertahan di tengah arus film impor, antara lain yaitu Dilan 1990, Hoax, Ayat-Ayat Cinta 2, London Love Story, Eiffel… I’m in Love 2, Yowis Ben, Nini Thowok, Love for Sale,dan #TemanTapiMenikah. Selain film-film tersebut, popularitasnya telah ditenggelamkan oleh film-film impor. Salah satu contoh di antara banyaknya film impor yang merebut perhatian dan mengambil alih posisi film Indonesia di mata para pecinta film pekan ini, yakni film tentang aksi kumpulan pahlawan super dari Hollywood buatan Amerika Serikat.

Tidak dapat dipungkiri, bahwa beberapa penyebab dari kelangkaan ragam variasi film Indonesia disebabkan salah satunya oleh faktor ciri khas. Genre dan tema film Indonesia dinilai selalu berada dalam lingkaran drama, kisah-kisah romantis, religiusitas, horor yang menebar momen kaget dan wajah seram tiba-tiba ditambah bumbu-bumbu seks dan erotisme, serta lawakan-lawakan komedi slapstick dengan mengobservasi lingkungan sekitar dan rutinitas sehari-hari. Selain itu, genre lain seringkali kurang berhasil memperoleh minat dari para penonton, sehingga berdampak signifikan dan menjadi kurang diperhitungkan di mata para produser.

Still foto salah satu scene film Nini Thowok (2018). Sumber: https://id.bookmyshow.com/blog-hiburan/5-fakta-kengerian-film-nini-thowok/

Faktor ciri khas dalam setiap film Indonesia adalah aspek yang paling jelas terbaca oleh dua kelompok manusia perfilman, yaitu pengamat dan pecinta film. Belum adanya kejelasan mengenai spesifikasi ciri khas film Indonesia pun memengaruhi ide-ide dan kreativitas kelompok manusia perfilman ketiga, yakni pembuat film. Para pembuat film atau sineas kemudian melakukan kompromi terhadap proses kreatif masing-masing dan berakhir dengan memproduksi karya-karya film sesuai situasi, kondisi, tuntutan, permintaan, dan pengaruh pasar. Sineas terpaksa berkompromi, karena sebagian besar film yang dibuat merupakan kebutuhan komersil. Hingga saat ini, pasarlah yang membentuk sebuah film, bukan film yang membentuk permintaan pasar.

Melalui wawancara dengan Dimas Jayasrana (pendiri dan direktur operasional Spektakel, sebuah platform direktori acara seni dan budaya) dari laman tirto.id, menerangkan bahwa selera penonton bukan sesuatu yang bisa dibentuk, dipertajam, atau dikembangkan adalah jenis kebodohan akut yang masih menjangkiti banyak orang. Pendidikan semesta untuk sinema belum pernah dilakukan. Perkara mutu buruk atau selera tidak bisa diterjemahkan secara verbal. Terlalu banyak faktor yang mesti dikupas.

Poster film Sekala Niskala (2018), disutradarai dan ditulis skenarionya oleh Kamila Andini, berdurasi 83 menit. Sumber: https://www.bioskoptoday.com/film/sekala-dan-niskala/

Sejumlah faktor lain yang mengikuti jejak pertanyaan dari segi ciri khas sebuah film Indonesia secara keseluruhan adalah ciri khas tehnik dan gaya seorang sutradara, penata gambar, setting lokasi, kejelasan latar belakang tokoh, kecocokan tiga dimensi tokoh dengan aktor dan aktris yang memerankannya (bukan sekadar atas dasar popularitas nama yang sedang melejit), mutu film dan penonton, jumlah layar yang disediakan untuk film-film Indonesia, serta diperumit oleh faktor kekurangan kru. Kondisi tersebut bermuara pada posisi film Indonesia yang masih lemah untuk bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri.

Dikutip dari laman nasional.republika.co.id, Presiden Joko Widodo bahkan telah mendapatkan informasi bahwa Indonesia mengalami kekurangan kru dalam pembuatan film. Meski mengalami perkembangan bagus, Jokowi menyatakan, Indonesia justru masih kekurangan kru film. Kekurangan ini, kata dia, harus segera diisi, termasuk dari lulusan SMK jurusan perfilman.

“Tapi tingginya penonton film-film Indonesia tidak bisa dibandingkan dari film-film impor yang nyaris selalu tampil di layar bioskop Indonesia. Selama ini pertimbangan sebuah film diputar atau tidak adalah jumlah penonton dan terlalu matematis.” (Arman Dhani, 2017, https://tirto.id/jumlah-penonton-film-indonesia-naik-tapi-kenyataan-pahit-clUy, 26 April 2018).

Mengutip wawancara dari laman tirto.id dengan Adrian Jonatan Pasaribu (kritikus film dan penggiat Cinema Poetica – sebuah kolektif kritikus, jurnalis, peneliti, dan penggiat film), bahwa konsekuensi praktisnya tidak saja film asing mendapat lebih banyak layar, tetapi juga film Indonesia menjadi lebih mudah dikorbankan untuk memberi jalan masuknya film baru dari luar negeri.

Teks: Miftachul Arifin/ TV dan Film 2015

Sumber Pustaka:

Wilda Fizriyani. “Jokowi: Perfilman Indonesia Kekurangan Kru”. republika.co.id. Kamis, 29 Maret 2018. 26 April 2018. <http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/18/03/29/p6bcct423-jokowi-perfilman-Indonesia-kekurangan-kru>

Arman Dhani. “Jumlah Penonton Film Indonesia Naik, tapi Kenyataan Pahit”. tirto.id. 31 Maret 2017. 26 April 2018. < https://tirto.id/jumlah-penonton-film-Indonesia-naik-tapi-kenyataan-pahit-clUy>

Salman Aditya. “Komedi dan Berbagai Jenisnya”. salmanaditya.com. 4 Februari 2013. 26 April 2018. <http://salmanaditya.com/2013/02/komedi-dan-berbagai-jenisnya/>

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.