Belajar Cinta Lingkungan dari Octagon Syndrome

Pertunjukan dilakukan pada kondisi tidak nyaman dan lesehan. Mohon menyesuaikan.

Kalimat tersebut bukan sekadar peringatan remeh. Pasalnya, selama pertunjukan penonton akan duduk di lantai yang dipenuhi beragam botol bekas dan bungkus plastik lainnya. Area pertunjukan pun disekat dengan bubble wrap yang panjang dan lebar. Selain ranjang dan pernak-perniknya, seluruh properti panggung juga dibuat dari sampah plastik. Penataan ini tentu bukan tanpa alasan. Sampah-sampah inilah yang menjadi alat bagi kisah Octagon Syndrome untuk menyampaikan pesan mereka kepada penonton.

Octagon Syndrome adalah pentas teater karya Komunitas Sakatoya dan Snooge Artwork, didukung dengan Hibah Seni Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasoemantri Universitas Gadjah Mada (PKKH UGM). Pentas ini diselenggarakan pada tanggal 4-5 Agustus 2018 dalam 2 sesi, yaitu pukul 16.00 dan 19.30 WIB. Octagon Syndrome merupakan kisah berbingkai tentang seorang ayah yang membacakan dongeng sebelum tidur kepada kedua anaknya. Dongeng tersebut menceritakan Octagon, seorang ayah yang memiliki dua anak, yakni Vanadium dan Etilena. Mereka hidup di masa depan ketika planet sudah sangat tercemar dan sebagian besar penduduknya memilih pergi dari planet tersebut. Halaman rumah mereka hanya dipenuhi sampah plastik, dan mereka memiliki sebuah roket. Hidup mereka bergantung pada tabung bernama Futuregen, semacam tabung khusus yang membantu mereka bernafas dan mendapat nutrisi.

Dalam kisah tersebut, keluarga kecil itu melakukan berbagai hal yang lazim dilakukan, seperti bermain bersama, mendengar cerita, dan masih banyak lagi. Hingga suatu saat, tabung Futuregen mereka berbunyi dan roket mereka sudah siap. Mau tidak mau, mereka harus pergi dari tempat itu. Mereka terpaksa melepas tabung Futuregen (sumber kehidupan utama mereka), lalu masuk dan menjalankan roket. Open ending menutup kisah Octagon Syndrome. Penonton dibiarkan memutuskan sendiri (sesuai perspektif masing-masing) apakah mereka sampai di tempat tujuan yang lebih baik, atau malah kandas di tengah jalan.

Para pemain Octagon Syndrome menampilkan adegan saat sang ayah membacakan dongeng untuk anak-anaknya. Dari kiri ke kanan: Amalia Rizki (Vanadium), Kuza Katsozuko Zazaz (Octagon), dan Pranayonu (Etilena).

Octagon Syndrome sebenarnya hanya kisah sederhana tentang seorang ayah yang membacakan cerita fiksi spekulatif kepada anak-anaknya. Ceritanya sangat detail, jelas sekali berisi ingin mengangkat tentang masalah lingkungan, dan tidak ada simbol-simbol yang memerlukan pemahaman lebih dalam. Selain itu, akting para aktor pun hanya terbatas di atas tempat tidur. Lewat tutur kisah yang sugestif, mau tidak mau penonton harus berimajinasi untuk semakin memahami karya ini.

Meski gerak para aktor terbatas, namun bukan berarti mereka tidak tampil maksimal. Amalia Rizqi sebagai Vanadium dan Pranayonu sebagai Etilena sukses membacakan bagian dialog mereka seperti anak kecil yang kaku saat bermain peran. Kuza Katsozuko Zazaz sebagai Octagon bahkan menangis saat adegan ketika Vanadium dan Etilena bertanya, apakah mereka bisa bertemu mendiang ibu mereka jika pergi dari tempat itu.

Selain mengajak penonton memahami kelestarian lingkungan, Octagon Syndrome juga menjadi ajang para penonton untuk belajar mengapresiasi seni. B.M. Anggana selaku sutradara dan penulis naskah menjelaskan proses kreatif mereka, salah satunya adalah mengumpulkan sampah dengan menawarkan kopi gratis bagi pengunjung yang membawa 8 botol bekas di kedai Tarto Kopi. Beberapa penonton mencoba terlibat aktif dengan bertanya dan mengkritik. Lewat kegiatan kecil ini, tentu penonton awam bisa belajar memahami karya seni, salah satunya pertunjukan teater.

Octagon Syndrome adalah sebuah pertunjukan yang unik dan segar. Lewat penggunaan properti yang sangat riweh serta kisah yang sangat imajinatif, terasa sekali Komunitas Sakatoya sangat ingin menyampaikan keluh kesah mereka kepada penonton. Selain itu, cukup jarang kelompok seni di Yogyakarta menciptakan karya seni pertunjukan yang benar-benar melibatkan penonton. Hal inilah yang membuat Octagon Syndrome menjadi lebih hidup dan isu lingkungan yang dibawanya tentu tak akan berlalu begitu saja. Semoga Komunitas Sakatoya bisa menggali ide-ide baru dan terus aktif mengampanyekan isu lingkungan lewat karya.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.