Sebuah pameran tidak pernah lepas dari kurasi karya yang melewati proses panjang dan kritik seni dari para apresiator. Kritik seni pameran berperan dalam mendukung pengembangan dan apresiasi seni secara luas serta menawarkan sudut pandang yang mungkin tidak terpikirkan sebelumnya oleh pengunjung atau seniman. Hal ini tentunya mengambil peran penting bagi pengembangan wawasan dan pengalaman baru bagi para seniman maupun pengunjung yang terlibat di dalam pameran itu sendiri.
Ketika mendengar kata “semut”, apa yang terbesit pertama kali di pikiran kalian? Hewan berkoloni yang memiliki solidaritas tinggi dan selalu kompak dalam hal bertahan hidup. Hal inilah yang menjadikan hewan ini memiliki keunikannya tersendiri. Berangkat dari sajian latar belakang yang seperti demikian, Pekan Rupa #2 bertekad untuk menggandeng seluruh HMJ (Himpunan Mahasiswa Jurusan) dan HMP (Himpunan Mahasiswa Prodi) yang ada di Fakultas Seni Rupa dan Desain ISI Yogyakarta. “Allies” yang berarti “sekutu” berhasil mencapai tujuannya dalam bingkai eksplorasi seni dan harmoni organisasi, dalam hal ini HMJ dan HMP.
Pekan Rupa #2 kembali hadir dengan ciamik hingga sukses menyita perhatian para penikmat seni. Pameran ini dipoles dengan baluran tema serta sajian filosofis yang cukup kuat dengan mengangkat “Allies” sebagai tema besarnya dan “Regaining Expression” yang menjadi pilihan sub temanya. Namun, apa sebenarnya yang ingin ditekankan dari kajian kurasinya dalam suguhan konsep dan tema pameran ini? Terlebih “label” yang seakan-akan tersematkan pada pameran seni rupa dan desain ini, sebagai salah satu pameran akbar persembahan para mahasiswa Fakultas Seni Rupa Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Kembali lagi, semua tak lekang dari tujuan utama adanya pameran itu sendiri. Ruang untuk bertukar ide gagasan dan sebagai tolak ukur untuk mengeksplor kemampuan diri para mahasiswa.
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Seni Rupa sebagai penyelenggara kegiatan ini memiliki visi misi untuk merangkul semua entitas yang ada di lingkungan Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD). Tak dapat dipungkiri, hal ini juga sebagai sarana untuk mengembalikan fungsi dan marwah BEM itu sendiri sebagaimana mestinya. Lalu, apakah maksud dan tujuan tersebut sudah tersampaikan dengan baik? Apa yang menjadi fokus utama dari diselenggarakannya pameran ini? Benarkah tujuan yang ingin dicapai dari adanya pameran ini sudah mampu terealisasikan?
Mari kita menilik dari segi antusias mahasiswa sebagai partisipan dalam penciptaan karya itu sendiri. Dalam proses pengumpulan karyanya, dapat dilihat bagaimana ambisi para mahasiswa untuk mengumpulkan karyanya agar dapat diikutsertakan dalam karya pameran. Pada bulan-bulan awal proses kurasi karya yang dibuka melalui jalur open call, masih sedikit mahasiswa/alumni yang berminat untuk mengumpulkan karyanya. Namun, memasuki hari-hari terakhir batas pengumpulan karya, jumlah karya yang masuk membludak dan melebihi ekspektasi para panitia terkhususnya tim pengkaryaan. Hal ini menjadi sesuatu yang patut diapresiasi. Dari yang awalnya menimbulkan pertanyaan, apa yang menyebabkan para mahasiswa pesimis/tidak memiliki keinginan untuk mengumpulkan karya, menjadi hal yang tidak terduga karena saking banyaknya karya yang dikumpulkan. Kendati demikian, tetaplah karya-karya tersebut harus melalui proses kurasi oleh para kurator. Terhitung dari total 200-an karya yang masuk, hanya sekitar 90-an karya yang lolos kurasi untuk siap dipamerkan. Dari awal proses open call yang belum menarik banyak minat mahasiswa, hingga membludak di akhir, menunjukkan tingkat antusiasme yang baik oleh mahasiswa untuk berkarya. Ini menjadi suatu pergerakan yang positif untuk kegiatan-kegiatan pameran selanjutnya.
Apa kata mereka?
“Jadi awalnya aku memang belum lama dari pameran itu sudah buat karyanya itu. Alasan aku lukis di bass karena tadinya bass-nya warna hitam sedangkan sudah banyak kan, aku mau buat yang jadi ciri khas aku, dari warna-warna yang aku suka salah satunya. Lalu aku tadinya tuh gak tahu sebenernya kalau ada pameran itu, cuma temen aku itu ngajak aku buat submit karya bass-ku ini. Lalu aku ya tertarik terus daftar dan segala macam. Aku merasa pede sama karya aku ini karena, aku tahu di DKV ini rata-rata membuat karyanya tuh seperti apa, jadi aku merasa aku pede aja soalnya karyaku di media yang berbeda yaitu bass. Lalu Puji Tuhan keterima deh.” Ujar Fecia, mahasiswa DKV angkatan 2022, salah satu seniman yang karyanya lolos kurasi.
“Saya merasa pameran adalah cara yang baik untuk memperkenalkan karya seni saya dan memperluas jangkauan audiens saya serta mendapatkan umpan balik langsung dari para pengunjung. Selain itu, ini juga merupakan kesempatan bagus untuk membangun relasi dengan sesama seniman atau desainer di dalam pameran Pekan Rupa.” Ungkap Danang, salah satu mahasiswa yang lolos pengkurasian karya.
“Pokoknya intinya tuh aku submit karya karena sayang sekali kalau ga join, menurutku itu termasuk pameran gede soalnya diadakan di JNM yang pengunjungnya bukan cuma lingkup kampus doang. Terus aku juga memanfaatkan barang yang ada di kos-an, dari pada nganggur jadi sampah mending dijadikan karya. Kan karyaku kemarin dari benang sisaan tugas semester 2/3 sama tripleks sisa bahan packing karya perdaku. Buat nambah pengalaman juga bisa pameran sama seniman-seniman yang lebih banyak sering pameran dari pada aku yang baru 2/3 kali pameran.” Ujar Tita Lovinta, mahasiswa jurusan Kriya yang menjadi salah satu seniman terpilih.
Lalu, bagaimana penyajian karya-karya terpilih tersebut dalam pameran Pekan Rupa #2 itu sendiri yang berlokasi di JNM Asri? Dengan pemilihan tempat pameran yang terbilang sudah memiliki “pamor” tersebut, banyak mahasiswa yang menaruh ekspektasi tinggi untuk pameran ini. Apakah eksekusinya sudah sesuai dengan apa yang direncanakan dan diharapkan dari jauh-jauh hari? Bagaimana realisasi dari proses panjang yang telah direncanakan oleh para panitia? Seperti apa fakta lapangan berbicara?
Berkaca dari Pekan Rupa #1 yang merupakan pameran perdana akbar FSR ISI Jogja, terdapat kesinambungan antara tujuan-tujuan yang ingin dicapai dan sejalan dengan Pekan Rupa #2 dengan mengangkat tema “Time for Disruption”. Melakukan proses eksplorasi dan pendistribusian karya terbaik, serta menjalin kolaborasi antar bidang akademik para mahasiswa di lingkup fakultas. Pameran ini pun tak lekang dari tujuan utamanya yaitu sebagai barometer kualitas mahasiswa serta sarana stimulasi apresiasi, kritik, diskusi dan respon publik. Dengan waktu pelaksanaan yang beririsan dengan masa pandemi Covid-19, Pekan Rupa #1 berniat untuk menjadi sarana kilas balik proses panjang dibalik pandemi Covid-19 dan bagaimana respon mahasiswa terhadap pandemi panjang tersebut. Besar harapan bahwa Pekan Rupa #1 ini menjadi pintu gerbang perantara untuk kembali menghantarkan Pekan Rupa #2 menuju kesuksesan. Pekan Rupa #2 berniat untuk mem-branding ulang tujuan tersebut dalam tajuk “Allies”.
Jika kita menilik dari komentar para pengunjung, karya-karya yang lolos kurasi dapat dikatakan memiliki nilai dan standar yang cukup tinggi sehingga berhasil memukau para pengunjung. Menyesuaikan dengan jumlah karya per prodi, para kurator sebetulnya tidak memiliki standarisasi yang tinggi untuk karya yang akan dipamerkan. Hal yang penting untuk dijadikan pertimbangan di sini adalah diferensiasi karya dari masing-masing jurusan. Tiap-tiap mahasiswa berkesempatan untuk memamerkan karya yang menunjukkan kekhasan prodinya. Ini menjadi poin penting yang dapat ditekankan dan dapat menjadi jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh para mahasiswa yang melakukan submit karya.
“Proses kurasi lumayan cepat, sekitar 6 hari. Melihat bagaimana waktu open call yang kami buat panjang agar teman-teman bisa mempersiapkan karyanya jauh jauh hari. Dalam memilih, kami mengkurasi sesuai dengan jurusannya saja, tidak lintas. Mengingat seluruh jurusan harus ikutan. Awalnya kaget jika sebanyak itu yang ikutan, juga mengharuskan kami mengejar waktu. Melihat karya satu per satu dengan deskripsinya. Lalu kami membaginya ke dua bagian, lolos dan waiting list. Setelah itu saya sebagai kurator berdiskusi dengan exhibition designer untuk mempertimbangan pen-display-an karya. Bisa dibilang El Lang sebagai kurator mempertimbangkan gagasan dan visual, Bernard sebagai exhibition designer mempertimbangkan secara estetika ruangnya.” Ujar El Lang, kurator utama dalam Pekan Rupa #2.
Karya-karya yang disajikan dalam ruang pamer berhasil memanjakan mata para pengunjung, terbukti dari jumlah pengunjung yang mencapai angka 1500-an hingga hari terakhir pameran dilangsungkan. Setiap karya yang ditampilkan memiliki diferensiasi yang menggambarkan ciri khas masing-masing jurusan. Terutama pada instalasi karya persembahan Himpunan Mahasiswa Prodi DKV, Desain Produk, Desain Interior, dan Tata Kelola Seni yang digarap jauh-jauh hari oleh para mahasiswa dan dipersiapkan dengan semaksimal mungkin. Ini menjadi bukti nyata dari semangat para HMJ dan HMP dalam beraliansi dan berkolaborasi bersama pihak BEM, merealisasikan apa yang menjadi tujuan awal terbentuknya pameran ini.
Dari segi tata letak pameran (pen-display-an), Pekan Rupa #2 kali ini tak lepas dari berbagai komentar dari para pengunjung, terkhususnya mahasiswa dari Fakultas Seni Rupa sendiri. Sebagai mahasiswa sekaligus seniman yang kebanyakan telah memiliki pengalaman lebih pada pameran, penataan karya pada Pekan Rupa #2 ini terbilang belum memuaskan, ditinjau dari komentar beberapa pengunjung mahasiswa ketika diwawancarai. Masih ada ruang kosong yang tidak dimanfaatkan dengan maksimal untuk penataan karya-karya yang ada. Apa yang sebenarnya ingin diterapkan oleh kurator ketika melakukan penyusunan karya-karya ini? Terlebih, ruang dan dimensi menjadi faktor penting dalam hal display ini dengan pemilihan tempat yang dapat dikatakan sudah memiliki nama. Para kurator ditantang untuk mampu merencanakan lokasi karya lebih dahulu sebelum waktu display. Pertimbangan akan kesesuaian karya dengan ruang, ukuran karya, cara pemasangan, konsep penyusunan, juga karya yang akan dipasang di setiap sudut ruang tentu harus menjadi pertimbangan.
Menyambung perihal tata letak karya di dalam ruang pamer, hal yang juga menjadi perbincangan dari para pengunjung dan menjadi salah satu respon kritik pameran dalam Pekan Rupa #2 ini adalah bagaimana ketersediaan lampu yang berfungsi untuk menerangi tiap-tiap karya pameran. Apakah dengan tingkat pencahayaan yang demikian sudah mampu meng-highlight dan mengangkat karya pameran tersebut? Nyatanya, fakta di lapangan berbicara bahwa para pengunjung belum merasa puas dengan tingkat pencahayaan lampu pada karya-karya dan lorong tempat pameran. Sorotan lampu yang redup belum maksimal dalam memberikan kesan hidup pada karya-karya, dikarenakan ketersediaan lampu yang ada belum dimanfaatkan secara efektif. Keselarasan antara tata letak ruang, pameran, dan pencahayaan dirasa masih belum memberikan pengalaman yang menarik bagi para pengunjung selama menjelajah ruang pamer.
“Pemilihan ukuran menjadi pertimbangan tata letak ruang pamer untuk memastikan bahwa display dapat dilihat dengan mudah dan bisa dinikmati pengunjung. Setelah mengklasifikasi berdasarkan ukuran dan dimensi, kemudian penempatan artwork diatur dengan strategis untuk menarik perhatian pengunjung dan memudahkan aksesibilitas. Pertimbangan ini mencakup tata letak ruang dan lalu lintas pengunjung. Kemudian untuk pencahayaan, elemen visual, materi dan dekorasi supaya tidak terlalu memberatkan dari pihak tim display secara tenaga dan finansial dari penyelenggara bisa menggunakan rancangannya dan bisa juga tidak.” Ujar Bernard selaku kurator display dalam Pekan Rupa #2.
Sejatinya, display dalam sebuah pameran harus konsisten dengan branding atau pengalaman yang ingin disampaikan kepada pengunjung. Hal ini tentunya mencakup pemilihan materi, gaya desain, dan pesan yang mencerminkan identitas pameran atau konsep pengalaman yang diinginkan. Display harus menunjukkan estetika dan elegansi yang sesuai dengan karya seni atau produk yang dipamerkan. Desain display harus mengkomplementasi karya tersebut tanpa mengalihkan perhatian dari kualitasnya. Tak lepas dari itu, fleksibilitas dan skalabilitas dengan menggunakan Pekan Rupa #1 sebagai acuan atau standar menunjukkan kohesi dan korelasi setiap karya pada Pekan Rupa #2.
Salah satu hal mendasar yang juga perlu dipertimbangkan dalam sebuah perlindungan dan keamanan setiap karya seni adalah perlindungan terhadap artwork. Menjadi hal yang penting dalam sebuah pameran yaitu terjalinnya relasi yang baik dengan seniman ke depannya. Display yang baik yaitu desain yang mudah dibaca dan menarik perhatian pengunjung. Tentunya hal ini harus mampu melibatkan penggunaan desain yang efektif, penggunaan pencahayaan yang tepat, dan penempatan yang strategis dalam ruang pameran, dengan tetap tak terlepas dari tema yang diangkat.
“Langkah pertama yang jelas saya harus mendalami tema yang ditentukan dalam pameran ini. Setelah melakukan riset yang mendalam terhadap tema, saya dapat menemukan ikon, maskot, warna, serta style yang berkarakter terhadap tema yang telah ditentukan. Setelah menemukan beberapa aspek tadi, tinggal diaplikasikan dalam bentuk desain dan artistik. Dari segi desain, saya ingin membuat para pengunjung bertanya-tanya akan hadirnya pameran ini, dengan komposisi warna dan elemen-elemen yang telah ditentukan untuk mencapai keselarasan yang menarik bagi para pengunjung. Dari segi artistik, saya ingin membuat para pengunjung merasa terbawa ke dalam suasana dari konsep tema Pekan Rupa #2 ini.” Tambah Faiz sebagai kurator desain dan artistik.
Ditinjau dari segi artistik dan desain yang ditampilkan, Pekan Rupa #2 ini dirasa bisa lebih dimaksimalkan lagi untuk memanjakan mata para pengunjung. Penataan dekor pada pintu masuk yang seharusnya dapat lebih dimaksimalkan serta pada peletakan aset-aset artistik lainnya pada sudut-sudut ruang pamer. Penting untuk diketahui bahwa penerapan desain dan artistik yang baik seharusnya mampu membawa para pengunjung untuk terbawa dalam suasana yang ingin dihadirkan melalui tema yang ditawarkan dalam pameran.
Guna menciptakan keselarasan dalam hal desain dan artistik dengan display, sudah seharusnya menjadi tugas para kurator untuk mencoba memahami siapa target audiens pameran dan bagaimana mereka akan berinteraksi dengan display. Pertimbangan preferensi estetika dan ekspektasi pengunjung untuk menciptakan pengalaman yang memikat bagi mereka. Komentar dari rekan tim atau pengunjung untuk mengidentifikasi area dimana harmoni antara desain dan karya juga menjadi hal yang perlu dievaluasi. Keselarasan esensi setiap kurator dirasa sudah tercapai akan tetapi saat eksekusi tidak dapat dipungkiri bahwa masalah bisa saja datang dan terus berganti, baik itu dari segi SDM, finansial yang terbatas, maupun format sistem aturan yang harus diikuti dan dilaksanakan.
Dalam diferensiasi penyajian karya, ada beragam gaya, teknik, dan tema yang dihadirkan oleh para seniman yang ingin menunjukkan tingkat kreativitas. Upaya kurator dalam merangkai karya-karya seni menjadi sebuah pameran yang koheren dan bermakna benar-benar harus diperhatikan. Tata letak yang baik memungkinkan pengunjung untuk merasakan aliran dan narasi visual yang terencana dengan baik. Terutama dalam hal karya interaktif yang tidak hanya memberikan pengalaman yang lebih dinamis, tetapi juga meningkatkan rasa kepemilikan dan keterlibatan pengunjung terhadap karya seni. Pekan Rupa #2 berhasil menangkap relevansi dan konteks zaman yang sedang berlangsung, dengan membahas isu-isu sosial atau budaya di lingkup fakultas seni rupa yang relevan. Hal ini menunjukkan bahwa seni memiliki peran yang penting dalam memperdebatkan dan merefleksikan realitas sosial kita.
Dari segi pertunjukan acara, Pekan Rupa #2 dinilai mampu menyuguhkan rangkaian kegiatan yang memberikan dampak baik dalam memperluas keilmuan di bidang pameran itu sendiri bagi para pesertanya. Dimulai dari kegiatan galeri tur, lokakarya yang beragam, gelar wicara seniman, dan pertunjukan-pertunjukan menarik lainnya. Hal ini tidak luput dari tujuan awal Pekan Rupa #2 yang ingin menghimpun dan menyatukan HMJ/HMP yang ada di lingkungan fakultas. Serangkaian acara yang menarik menjadi suguhan yang mampu meninggalkan kesan baik bagi para pengunjung dalam menikmati pameran.
Terlepas dari poin-poin yang telah dijabarkan di atas, satu hal yang juga menjadi fondasi dasar dalam sukses tidaknya pameran ini terselenggara yaitu bonding antara panitia dan bagaimana manajemen dalam pameran itu sendiri. Hal ini mengambil peran penting dalam terlaksananya pameran agar berjalan dengan lancar. Bagaimana manajemen dan koordinasi antar divisi, penyatuan rasa solidaritas selama berproses di dalamnya, menjadi cikal bakal sukses tidaknya sebuah pameran.
Lalu, apa kata pengunjung?
“Menurutku niat dari Pekan Rupa sudah terlaksana dengan baik, memberikan wadah bagi mahasiswa FSR untuk menampilkan karya nya di tempat sebesar JNM. Namun dari penggunaan ruang JNM dirasa kurang maksimal, ruang masih terlihat kosong dan cahaya yang disiapkan terasa terlalu gelap. Tapi adanya kerja sama antara BEM, Pekan Rupa #2 hingga HIMA Prodi benar-benar hal yang patut untuk dipertahankan ke depannya dan sesuai dengan tema yang diangkat yaitu “Allies.” Pungkas Achmad, salah satu pengunjung ketika ditanyai bagaimana tanggapannya terkait Pekan Rupa #2.
“Pameran Pekan Rupa menampilkan karya yang beragam dan inovatif. Pengaturan layout dan lighting yang kreatif menjadikan pengunjung tidak bosan untuk melihatnya. Pameran ini bisa menjadi inspirasi kami karena karya yang ditampilkan mampu menciptakan dialog ketertarikan pengunjung. Pekan Rupa keren pokoknya mah!!!” ungkap Wapa, salah satu pengunjung yang berasal dari luar kota, mahasiswa Universitas Telkom Bandung.
Pada Pekan Rupa #2 ini, komentar pengunjung yang menunjukkan pemahaman yang mendalam tentang topik yang dibahas akan menjadi indikasi keberhasilan dalam menyampaikan pesan para kurator. Menjadi apresiasi tersendiri ketika mendengar bahwa pengunjung terlibat dalam pameran dan menikmati interaksi dengan karya seni yang dipamerkan. Feedback tentang elemen interaktif, seperti demonstrasi Pekan Rupa #2 atau aktivitas terlibat lainnya akan sangat berharga. Komentar tentang desain display, penggunaan warna, pencahayaan, dan elemen visual lainnya akan membantu para kurator dalam mengevaluasi apakah estetika yang dipilih berhasil menarik perhatian dan mengkomunikasikan pesan dengan efektif. Pengunjung yang memberikan saran konstruktif tentang bagaimana para kurator dan panitia dapat meningkatkan pengalaman pameran atau menyajikan topik dengan lebih baik akan membantu pameran semakin berkembang. Tentunya, tanggapan emosional dari pengunjung, baik itu dalam bentuk inspirasi, kekaguman, atau refleksi pribadi, akan memberikan wawasan tentang dampak yang telah dibuat melalui pameran.
“Ada pembeda dari pameran sebelumnya, yaitu penyatuan HMJ. Karena secara realita HMJ punya event dan kesibukan masing-masing namun masih mau bergabung untuk membuat karya instalasi. Ada effort dari HMJ untuk jadi pelengkap di pameran ini, karena tanpa instalasi dari HMJ pasti ada yang kurang. BEM benar-benar menggandeng, karena proker BEM sendiri adalah untuk mewadahi aspirasi mahasiswa khususnya HMJ. Bagaimana caranya bisa mengaitkan HMJ dengan cara yang asik tapi bisa ikut semua, salah satunya dengan pameran. Harapan dari membentuk pameran ini adalah untuk menaikkan solidaritas antar HMJ, yang mana sebelum ini juga ada rentetan acara yaitu Sehari Berseni, yang merupakan salah satu proker BEM yang mengajak HMJ-HMJ.” Jelas Tiara, Manajer Proyek 1 Pekan Rupa #2 ketika diwawancarai.
“Aku berharap apa yang sudah kita bangun sekarang bakal berjalan sampai Pekan Rupa ke-sekian. Yang penting bisa berjalan dan kegiatannya tidak berhenti. Harapannya dari HMJ dan pihak kampus bisa lebih membantu pelaksanaan kegiatan Pekan Rupa #3.” Tambah Fikri, Manajer Proyek 2.
Bagaimanapun, Pekan Rupa #2 ini telah berhasil mencapai apa yang menjadi tujuannya dalam tajuk “Allies”, beraliansi bersama para mahasiswa, yang diwujudkan dalam bentuk ruang pamer gagasan sebagai wadah untuk berkolaborasi. Tak hanya itu, hal-hal yang bersifat konstruktural dalam sebuah pameran juga harus menjadi acuan yang difokuskan dan tidak dipandang sebelah mata. Keselarasan dan kesamaan langkah dalam penciptaan konsep dan gagasan utama, kepaduan prinsip antara para kurator yang memberikan sumbangsih besar di dalamnya, hingga keharmonisan antar para panitia dalam berdinamika di dalam sebuah pameran itu sendiri. Faktor-faktor ini menjadi tombak utama dalam terciptanya pameran yang mampu memberikan pengalaman menarik dan tak terlupakan bagi para penikmatnya. Secara keseluruhan, Pekan Rupa #2 memberikan kontribusi yang berharga dalam memperkaya budaya seni lokal, menciptakan ruang untuk refleksi, dialog, dan apresiasi terhadap seni dalam berbagai bentuknya.
Sebuah pameran seni yang baik mampu memberikan pengalaman menarik yang tak terlupakan bagi para pengunjungnya. Adanya kritik seni dalam keberlangsungan sebuah pameran ikut andil dalam merangsang pemikiran kritis dan refleksi mendalam tentang karya seni yang dipamerkan, baik itu dari segi estetika, pesan, maupun konteksnya. Hal ini memberikan umpan balik yang berguna bagi seniman, baik dalam hal teknik, konseptualisasi, maupun eksekusi karya seni. Ini membantu seniman untuk terus berkembang dalam karya-karya mereka. Melalui kritik seni, kita dapat menyoroti persoalan-persoalan penting seperti politik, sosial, atau lingkungan yang terkandung dalam karya seni tersebut. Kritik seni juga dapat menjadi panduan bagi pengunjung pameran untuk lebih memahami dan mengapresiasi karya-karya yang dipamerkan dengan cara yang lebih mendalam.
Dalam konteks Pekan Rupa #2 ini, mari kita nantikan bersama kembali Pekan Rupa #3. Bagaimana pameran ini akan dikemas dengan berkaca pada Pekan Rupa #1 dan #2 yang telah rampung dilaksanakan. Harapannya, melalui kegiatan pameran seperti ini mampu memberikan dampak yang berkelanjutan bagi para mahasiswa dalam berkarya dan mengeksplor kemampuan diri dalam ranah dunia seni. Besar harapan acara semacam ini akan terus dilakukan dengan kesuksesan di masa mendatang, memberikan dampak positif yang lebih besar bagi masyarakat dan dunia seni secara keseluruhan.
Teks Oleh: Maria Santissima Trindade Borromeu /PRESSISI 11