Kamis (28/9/2023), Kementerian Pemberdayaan dan Perlindungan Perempuan BEM Institut Seni Indonesia Yogyakarta mengadakan forum dialektika dengan tajuk “Ngapain Diem Kalau Bisa Ngadu: Menuju ISI Yogyakarta yang Mawas Kekerasan Seksual di Lingkungan Kampus”. Berkolaborasi dengan Satgas PPKS ISI Yogyakarta bersama Tim Rifka Annisa Women’s Crisis Center, kegiatan ini dimaksudkan untuk menginisiasi pentingnya melaporkan kasus kekerasan seksual dan mensosialisasikan bagaimana prosedur pelaporan kasus kekerasan seksual yang tepat.
Banyaknya isu-isu yang muncul dan aduan dari berbagai pihak terkait kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus sudah sepatutnya menjadi suatu keresahan bersama yang tidak dapat didiamkan begitu saja. Pelaku yang masih berkeliaran dengan bebas, sementara korban yang terbungkam di penjara ketakutan seharusnya berhak mendapatkan tonggak keadilan yang seadil-adilnya. Adanya forum ini diharapkan dapat menjadi pintu yang membuka keberanian seluas-luasnya untuk dapat membantu memberikan kekuatan bagi para korban kekerasan seksual agar lebih berani melaporkan para predator seksual yang berada di lingkungan kampus. Ruang diskusi terbuka ini mengundang 3 pembicara di antaranya Endang Mulyaningsih, SIP., M. HUM. dan Kurnia Rahmad Dhani, M. A. yang merupakan anggota Satgas PPKS ISI Yogyakarta, dan Siti Darmawati, S. Psi yang merupakan Tim Rifka Annisa Women’s Crisis Center. Forum ini telah terlaksana pada hari Kamis, 28 September 2023 bertempat di Pendopo Tari FSP ISI Yogyakarta dan mendapat atensi yang tinggi dari para audiens.
Dalam pemaparannya, Satgas PPKI ISI Yogyakarta mensosialkan terkait bagaimana prosedur pelaporan kasus kekerasan yang ada di lingkungan kampus dan bagaimana sistematika yang tepat dari pelaporan tersebut. Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual atau yang disingkat Satgas PPKI merupakan badan yang dibentuk berdasarkan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. Pertanyaannya, bagaimana pencegahan kasus kekerasan seksual ini di lingkungan perguruan tinggi? Dalam tingkat institut sebagai sebuah struktur, terdapat 3 poin penting yang perlu diperhatikan sebagai tindak pencegahan. Yang pertama adalah “Pembelajaran”, yaitu mewajibkan seluruh civitas akademik untuk mempelajari modul PPKS. Kedua, “Penguatan Tata Kelola”. Dalam tahap ini, terdapat kegiatan merumuskan kebijakan, membentuk satgas, menyediakan layanan laporan, serta kerja sama strategis dengan lembaga terkait PPKS. Dan di tahap ketiga yaitu “Penguatan Budaya Komunitas Mahasiswa, Pendidik dan Tendik” dengan membangun komunikasi dan membentuk budaya sadar kekerasan seksual. Sedangkan dalam lingkup individu masing-masing yang berperan sebagai agen, terdapat 2 solusi pencegahan, di antaranya dengan pembatasan pertemuan individual di luar wilayah dan kepentingan kampus, serta permohonan tertulis jika pertemuan tidak dapat dihadiri.
Lalu bagaimana terkait mekanisme penanganan kekerasan seksual di ISI Yogyakarta? Terdapat 7 tahapan teknis yang dapat ditempuh sebagai langkah penanganan kasus kekerasan seksual yang ada di ISI Yogyakarta. Tahap pertama yaitu penerimaan laporan dari korban kekerasan seksual yang selanjutnya diikuti dengan verifikasi kasus dan kebutuhan korban. Lalu, akan dibuat rekomendasi dan rujukan pada mitra strategis yang berkompeten untuk menangani lebih lanjut. Setelahnya akan diadakan penyusunan laporan, kesimpulan dan rekomendasi yang berlanjut di tahap pemulihan korban. Di tahap akhir akan dilakukan treatment terhadap pelaku dan jaminan ketidakberulangan.
Sanksi yang diberikan kepada pelaku juga harus setimpal dengan perbuatan yang dilakukannya. Dalam penjabaran materi Tim Satgas PPKI ISI Yogyakarta, terdapat 3 jenis sanksi yang akan dijatuhkan kepada pelaku sesuai dengan tingkat kekerasannya. Yang pertama yaitu sanksi administratif ringan berupa teguran tulis dan permohonan maaf tertulis yang dipublikasikan di internal kampus. Di tahap sanksi administratif sedang, akan dilakukan pemberhentian sementara dari jabatan tanpa memperoleh hak jabatan, serta penundaan mengikuti perkuliahan atau pencabutan beasiswa/pengurangan hak lain. Di tahap sanksi administratif berat, akan dilakukan pemberhentian tetap sebagai mahasiswa, pendidik maupun tendik, sesuai dengan ketentuan perundungan. Sanksi ini diharapkan memberi efek jera kepada para pelaku sesuai dengan tingkat kekerasan yang dilakukan.
Tim Satgas PPKS ISI Yogyakarta juga memperjuangkan perlindungan terhadap para saksi dan korban. Hal ini ditempuh dengan beberapa tahapan, seperti jaminan keberlanjutan pendidikan dan pekerjaan, serta jaminan perlindungan dari ancaman fisik dan non fisik. Perlindungan kerahasiaan saksi dan korban juga diperhatikan di sini. Selain itu, akan ada informasi dan akses terhadap layanan perlindungan, seperti layanan kesehatan, rumah aman, keamanan, dan perlindungan secara hukum. Pendampingan dan pemulihan korban ini dapat ditempuh dengan kegiatan konseling, layanan kesehatan, bantuan hukum, advokasi, serta bimbingan sosial dan rohani.
Apakah di semua kampus terdapat penanganan kasus kekerasan seksual yang sama? Sejatinya, penanganan kasus kekerasan seksual di semua kampus mengikuti pedoman Permen No. 30 Tahun 2021. Namun tidak seperti universitas lainnya yang memiliki Fakultas Psikologi dan Hukum maupun lembaga pendukung lainnya, ISI Yogyakarta tetap berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan layanan yang dimaksudkan dalam Permen tersebut dengan menggandeng institusi yang berkompeten. Adanya sosialisasi dari Tim Satgas PPKI ISI Yogyakarta ini ditujukan tidak lain agar mampu menciptakan ruang lingkup di kampus yang lebih mawas terhadap isu kekerasan seksual.
“Yang diharapkan dari kegiatan ini, yang pertama untuk memperkenalkan kepada mahasiswa bahwa ada Satgas PPKS di kampus dan juga lembaga, dimana jika mahasiswa tidak berani mengadu kepada pihak di kampus bisa melapor ke lembaga peduli kekerasan seksual lainnya yang ada. Harapannya juga dengan ada forum ini para korban atau siapapun yang pernah mengalami kekerasan seksual bisa memiliki kekuatan untuk mengadu. Selain itu, seperti yang telah disampaikan oleh presiden mahasiswa, diharapkan terjalin ruang dialektika berkelanjutan khususnya di lingkungan kecil baik itu HMJ, HMP, UKM, maupun ORMAWA lainnya, sehingga bahasannya tidak hanya berhenti di forum ini tetapi dapat dilanjutkan di ruang diskusi masing-masing organisasi mahasiswa,” ujar Irma Rahmawati Erlina selaku ketua pelaksana kegiatan ketika ditanya harapan dari terselenggaranya forum diskusi ini.
Dengan mengundang perwakilan dari berbagai organisasi mahasiswa yang ada di kampus, harapannya forum ini benar-benar mencapai sasarannya dengan tepat dan dapat tersosialisasikan dengan baik kepada seluruh warga ISI Yogyakarta. Tujuan dari adanya forum ini antara lain untuk memperkenalkan Satgas PPKS kepada seluruh mahasiswa dan memberikan informasi terkait lembaga-lembaga yang dapat menjadi tempat mengadu permasalah kekerasan seksual yang dialami korban, salah satunya yaitu Tim Rifka Annisa Women’s Crisis Center. Kampus sudah sepatutnya menjadi rumah yang memberikan kenyaman dan tempat aman bagi para mahasiswa dalam menuntut ilmu dan melangsungkan kegiatan akademik. Dengan adanya forum ini dan program keberlanjutannya nanti, diharapkan kampus dapat benar-benar lebih peduli dan peka terhadap setiap isu kekerasan seksual yang ada dan dapat merangkul korban untuk memiliki keberanian dan kekuatan dalam melaporkan kasus kekerasan seksual.
Teks oleh: Santissima Borromeu (PRESSISI 11)