Malam Jumat bersama Layar Berdiri

“Layar Berdiri” acara screening film dan diskusi di adakan di panggung beton fakultas Seni Media Rekam, ISI Yogyakarta pada malam Jumat 06-09-2018 mendapat antusiasme yang cukup baik dari para Mahasiswa. Sesi pertama dibuka dengan sharing dan diskusi bersama Reza Fahri salah satu alumnus ISI Yogyakarta. Pembahasan mengenai pentingnya jaringan komunitas dan pengalaman di dunia film berhasil menarik para hadirin untuk mengajukan beberapa pertanyaan dan tanggapan.

 

Layar Berdiri Malam Jumat

 

Bukan hanya diskusi, acara “Layar Berdiri” juga sebagai ajang launching zane “Jangan Jadi Film maker”. Dan puncaknya adalah screening beberapa film karya mahasiswa ISI Yogyakarta jurusan Film dan TV. Pemutaran tersebut terdiri dari dua sesi. Sesi pertama terdiri dari film “Cuan” by Stefanus Efendi, “Asih, Perempuan Jilid Dua” by Ahmad Fahmi, “Tuh Kan Nek” by Dimas Putih. Selanjutnya sesi dua di isi film “ Cah Angon” by Naufal Dilivio, dan “Undian” by Fitriana Lestari.

Ditemani dekorasi obor menarik dari panitia Kamisinema yang terdiri dari mahasiswa Film dan TV angkatan 2017, penonton terlihat cukup antusias dengan film-film yang diputar. Dibuktikan dengan banyaknya penanya saat sesi tanya jawab besama sutradara film-film tersebut. Di sesi tanya jawab, para film maker sempat menyampaiakan pesan apa yang ingin mereka salurkan lewat film tersebut, di antaranya :

  1. “Cuan” : Berdasarkan kisah nyata dari Stefanus Efendi yaitu merasakan pembullyan saat kecil karena wajah cinanya. Lewat film “Cuan” ia ingin menyampaiakn pentingnya komunikasi.
  2. “Asih” film dokumenter yang ingin menyampaikan bahwa seorang pekerja seks komersial juga memiliki keluarga dan kasih sayang.
  3. “Tuh Kan Nek” mengangkat isu-isu (berita yang belum pasti benar) atau hoax
  4. “Cah Angon” ingin mengajak penonton untuk mendalami makna dalam sebuah lagu tradisional.
  5. “Undian” Merupakan sesuatu yang dialami Fitriana Lestari di lingkungan rumahnya di Sukabumi. Pesan yang ingin disampaikan adalah ketika kita menginginkan sesuatu maka kita harus berusaha keras untuk itu.

Bukan hanya bertanya, sebagian penonton juga menyampaikan kritik dan saran langsung kepada film maker. Ini menjadi menarik, sehingga terjadi interaksi yang tidak biasa ketika seorang film maker berhadapan dengan pengkritiknya. Sebagai acara sederhana dan memang pemutaran rutin yang diadakan oleh Kamisinema dapat memberikan dampak cukup besar kepada para mahasiswa ISI Yogyakarta atau mahasiswa dari kampus lain yang ingin atau tertarik menjadi film maker sekaligus penikmat film, terutama sebagai wadah untuk mencari referensi dan berdiskusi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.