Di putaran kedua ini, Biennale Jogja mengusung praktik kesenian yang lebih partisipatoris dengan masyarakat. Berpindah ke beberapa titik yang tersebar di pinggiran Yogyakarta untuk membuka percakapan jangka panjang dari ragam latar belakang budaya berbeda. Biennale Jogja menghimpun pengertian tentang desa sebagai ruang dinamis yang terus berubah dan bergeser, dan melihat bagaimana perhelatan seni juga dapat menjadi ruang mencari solusi bersama untuk merawat lingkungan dan perubahan iklim. Para kurator yaitu Adelina Luft (Rumania), Eka Putra Nggalu (Indonesia), Sheelasha Rajbhandari & Hit Man Gurung (Nepal) menyejajarkan beragam realitas yang terserak dari berbagai situasi dan lokalitas, membawanya dalam sebuah perayaan bersama. Dengan total 69 seniman dari kawasan Asia Selatan, Eropa Timur, dan Indonesia ikut memeriahkan Biennale Jogja 17 ini.
Pada tanggal 6 dan 8 Oktober 2023, pembukaan Biennale Jogja putaran kedua berlangsung dengan sangat meriah karena diselenggarakan di dua tempat yang berbeda, yaitu di Desa Bangunjiwo dan Desa Panggungharjo. Pameran utama Biennale Jogja 17 hadir dengan judul “Titen: Embodied Knowledge – Shifting Grounds. Pengetahuan Menumbuh – Pijakan Berubah” dengan mengusung tema yaitu Trans – Lokalitas dan Trans – Historisitas. Menariknya dari judul kali ini adalah mereka memakai salah satu kata dari bahasa jawa yaitu “Titen” yang bisa diartikan sebagai kemampuan atau kepekaan membaca tanda-tanda dari alam. Sebelum acara resmi dibuka, diadakan juga Press Conference untuk memberi kesempatan bagi para jurnalis melakukan wawancara dengan direktur Biennale Jogja dan juga para kurator. Selain itu, para jurnalis dan wartawan juga dipersilahkan untuk mengikuti Tour Media, melihat dan meninjau lokasi pameran di Taman Budaya Yogyakarta, dan The Ratan (Kampoeng Mataraman).


Pembukaan di Desa Panggungharjo dan Desa Bangunjiwo tentunya mempunyai kegiatan yang berbeda dalam meramaikan acara. Termasuk salah satunya yaitu pembukaan pameran di Sekar Mataram Bangunjiwo. Rangkaian acara telah terlaksanakan dengan antusias yang luar biasa dari masyarakat sekitar dan pengunjung. Dimulai dari sore hari dengan senam bersama sama kemudian di malam hari dilanjutkan oleh penampilan dari Icipilli Mitirim, lalu sambutan dari direktur Yayasan Biennale Jogja dan terakhir ditutup oleh Marina Entertainment dengan persembahan nyanyian yang sangat merdu. Para tamu undangan serta masyarakat yang hadir terlihat sangat menikmati keseluruhan acara.


“Ide yang datang merupakan bagian dari refleksi pandemi Covid-19 yang lalu. Hidup di ruang-ruang desa, menyaksikan kehidupan orang-orang desa. Masa depan kehidupan kita perlu didefinisikan ulang dari pengetahuan-pengetahuan masyarakat desa. Inilah yang akhirnya muncul ide bagaimana agar Biennale Jogja dipindah dan dilangsungkan di desa-desa. Dan suatu kebanggan bahwa seluruh kegiatan hari ini di Desa Bangunjiwo akan masuk di berita Kompas,” ucap Alia Swastika selaku Direktur Yayasan Biennale Jogja. Pameran Biennale Jogja XVII 2023 sudah dibuka dari tanggal 6 Oktober sampai dengan 25 November 2023 dan terbuka untuk umum dan bebas biaya.Terdapat 13 titik lokasi yang menjadi venue Biennale Jogja 2023. Lokasi-lokasi tersebut terhimpun dalam 4 area utama: Taman Budaya Yogyakarta, Area Desa Panggungharjo, Area Desa Bangunjiwo, dan Area Madukismo. Di Panggungharjo, pameran dapat diakses di Kantor Kelurahan Panggungharjo, Kampoeng Mataraman, Gedung Olahraga Panggungharjo, The Ratan, Kawasan Budaya Karang Kitri. Sementara untuk Area Desa Bangunjiwo, pameran dapat diakses di Kantor Kelurahan Bangunjiwo, Lohjinawi, Sekar Mataram, Monumen Bibis, Joning Artspace, dan Rumah Tua. Selain itu Biennale Jogja juga memiliki beberapa side event lainnya seperti Biennale Forum,Pameran Tangga Teparo, Pameran Anak Saba Sawah, Baku Pandang, Pilin Takarir, Bentang Silir, Partykelir, dan juga Anjangsana.
Teks dan foto oleh: Ailsa Hanifa/PRESSISI 11