Jogja Gallery, Yogyakarta – Jumat, 21 Februari 2025
Pameran dengan tajuk “Who Am I: Journey of Becoming” yang berlangsung pada 21 hingga 27 Februari 2025 di Jogja Gallery, merupakan refleksi hasil dari proses belajar dalam berkarya para mahasiswa Jurusan Seni Murni Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta angkatan 2023. Tidak hanya sekadar pameran “tugas perkuliahan”, pada pameran ini, Rangkabala yakni nama angkatan tersebut, menunjukkan kemandiriannya dalam berproses dengan membawa karya-karyanya ke ruang pamer di luar area kampus.
Seringkali dalam pameran seni rupa, khususnya pameran yang bersifat kolektif atau pameran yang memuat karya lebih dari satu seniman, kita kerap menjumpai “budaya” usaha untuk menyesuaikan karya-karya yang sudah selesai dengan tema yang telah dipilih. Proses pencocokan ini sering kali terlihat dipaksakan, karena karya yang sudah ada mungkin tidak secara langsung berhubungan dengan tema yang diangkat. Dalam beberapa kasus, karya tersebut dicocokkan dengan tema yang lebih umum, atau bahkan tema yang tidak relevan dengan proses penciptaan karya itu sendiri. Hal ini seringkali menghasilkan kesan kurang tulus dan menyatu antara karya dan tema, karena perbedaan latar belakang penciptaan karya-karya tersebut tidak bisa begitu saja dipaksakan dalam satu kerangka berpikir yang seragam. Apalagi untuk menggabungkan karya-karya yang proses pembuatannya personal dan tidak direncanakan untuk dipamerkan bersama dengan satu topik, ide, atau gagasan yang sama. Tidak jarang satu karya bisa masuk dan dipamerkan di berbagai pameran dengan tema yang berbeda-beda, praktik “tinggal membuat deskripsi karya yang baru untuk tema yang baru, tapi karyanya karya lama saja, atau sebaliknya.” Hal yang lumrah terjadi.
Sudah banyak pameran yang mengusung tema dengan cara mencocok-cocokkan karya-karya yang telah ada dengan tema yang sudah ditentukan tapi terkesan “maksa”. Namun, pameran Rangkabala ini cukup berhasil menjembatani perbedaan antar karya dalam satu kesatuan tema yang mencerminkan perjalanan identitas personal.
Tema “Who Am I: Journey of Becoming” tidak hanya menjadi sebuah payung untuk menyatukan karya-karya yang berbeda, tetapi juga memberikan ruang bagi setiap individu pengkarya untuk mengekspresikan proses penciptaan mereka secara lebih personal dan bebas. Tema ini, yang berfokus pada pencarian identitas diri dan perjalanan hidup, mampu mencakup keberagaman latar belakang dan proses kreatif yang ada di antara para peserta pameran. Hal ini memberikan ruang lebih luas bagi para seniman muda untuk mengungkapkan pengalaman, pemikiran, dan perasaan mereka yang lebih mendalam dan autentik.
Karya-karya yang dipamerkan dalam acara ini sangat bervariasi, menggunakan berbagai medium dan menghasilkan output karya yang bervariasi pula. Tentunya kebanyakan berupa lukisan, patung dan seni cetak grafis, karena pada program studi seni murni memang ada tiga minat utama tersebut. Selain itu, pesan dan kesan yang dihadirkan pada setiap karyanya juga bermacam-macam, mulai dari lukisan yang mengangkat tema serius, seperti lukisan berjudul Gugur, yang dilukis oleh salah satu partisipan bernama Nashrul R.A. untuk menceritakan pengalaman pahit kehilangan ayahnya, sampai karya-karya lainnya yang mengangkat tema sosial, politik, dan mental health, hingga komedi nan eksentrik namun kritis seperti karya milik Haris Irfanudin. Setiap karya memiliki pesan yang mendalam, sebagai bentuk pencarian jati diri sang pengkarya.

Lukisan pada gambar tersebut menampilkan kesan yang tenang namun sarat makna, dengan dominasi warna membumi seperti cokelat, oranye, dan putih yang memperkuat kesan reflektif dan melankolis. Hampir seluruh permukaan kanvas melukiskan deretan pohon tua dengan daunnya yang berguguran. Suasana lukisan tampak hangat namun di sisi lain menggambarkan siklus kehidupan tentang tumbuh, mengakar, lalu perlahan mengalami kepunahan.
Di sudut kanvas, terbentang kain putih menyerupai tirai yang jatuh dengan lembut. Kain ini diinterpretasikan dengan kain kafan, merepresentasikan kematian yang tak terhindarkan dan siap menyelimuti kapanpun dan dimanapun. Teknik goresan kuas yang ekspresif menghidupkan ekspresi yang mendalam. Dengan komposisi yang seimbang dan elemen simbolis yang indah, lukisan “Gugur” adalah potret perjalanan yang dikemas dengan baik.
Lukisan Gugur karya Nashrul menggambarkan filosofi hidup dan mati melalui simbol pohon dan kain kafan yang terinspirasi dari pengalaman pribadi sang pengkarya ketika kehilangan ayahnya dalam beberapa waktu dekat terakhir. Karya ini adalah hasil dari proses kreatif yang panjang, dimana ide dan teknik dikerjakan dengan penuh kesungguhan, mencerminkan betapa besar makna pribadi yang terkandung dalam karya tersebut. Pengalaman pribadi ini, yang digambarkan dengan sangat emosional, menjadi jembatan antara tema pameran dengan karya yang ada.

Lain halnya dengan Haris Irfanudin, pelukis muda ini berhasil menyajikan karya bermuatan serius dengan pembawaan yang “kocak nan jenaka” yang memvisualisasikan figur yang sedang salat dan momen dirinya sedang “nongkrong” bersama teman-temannya. Salah satu yang menarik adalah ketika dia menyampaikan maksud judul karyanya yakni “Uka hadus lisahreb aynnakiladnegnem”. Ia menyampaikan bahwa itu hanya membalik kalimat “Aku sudah berhasil mengendalikannya.” Kenapa dibalik?
“Karena sebenarnya emang belum berhasil mengendalikannya,” ujarnya.
Ia menyampaikan bahwa ketika sedang beribadah salat kadang kita tidak fokus dan tidak berhasil mengendalikan pikiran kita.
“Kita sedang salat tapi pikirannya masih main, nongkrong, atau kemana-mana, gak khusyuk,” papar Haris.
Ini hanya dua dari banyaknya karya-karya menarik lainya yang dipamerkan. Tentu, masih banyak karya dengan cerita dan gagasan kreatif dari pengkarya lainya.
Salah satu aspek menarik dari pameran ini adalah pemilihan Jogja Gallery sebagai lokasi pameran. Ini adalah langkah berani dari para peserta, mengingat ruang galeri ini jauh lebih besar dan lebih mahal dibandingkan dengan lokasi pameran sebelumnya yang biasanya terbatas pada area kampus atau sekitar kampus. Seperti yang dikatakan oleh salah satu pengunjung, Arbiansyah, seorang mahasiswa jurusan Tata Kelola Seni. Menurutnya, keberanian mahasiswa untuk mengadakan pameran di luar kampus ini menunjukkan semangat yang tinggi dan kesiapan mereka untuk menunjukkan karya mereka kepada publik yang lebih luas, di luar galeri dan pihak yang sudah terlibat. Ia juga berharap para mahasiswa ini bisa menjalin bentuk kerja sama dengan pihak lainya juga dengan wacana yang lebih besar lagi.
Menurut Zidan, ketua pelaksana pameran, pemilihan tema dan tempat pameran juga dimaksudkan untuk menandai langkah besar dalam memperkenalkan karya-karya Seni Murni angkatan 2023 kepada dunia luar kampus.
“Kami ingin memperlihatkan bahwa seni murni angkatan 2023 ini tidak hanya sebatas tugas kuliah, tapi siap berkontribusi dalam dunia seni yang lebih luas,” ujar Zidan.

Pada salah satu wawancara dengan tim redaksi Pressisi, salah satu Dosen Seni Murni ISI Yogyakarta, Pak Deni Je, yang juga sering dikenal dengan “Dosen Youtuber Painting Exproler Channel,” menyampaikan respon dan kritiknya mengenai kelengkapan teknis pameran. Beliau mengungkapkan bahwa meski karya yang ditampilkan cukup maksimal, ada potensi untuk lebih menyaring dan mengkurasi karya dengan lebih selektif lagi.
“Pameran angkatan memang penuh dengan keberagaman karya, namun perlu adanya kelompok kecil yang lebih intens dalam kolaborasi untuk meningkatkan kualitas karya yang ditampilkan,” paparnya.

Selain itu, salah satu kritik datang dari dosen seni murni lainnya, yakni seorang dosen muda, Bapak Y.F. Yudhistira, yang menyarankan pentingnya integrasi teknologi dalam proses penciptaan karya seni. Walaupun teknologi tidak harus terlihat langsung dalam karya seni yang ditampilkan, penggunaan teknologi dalam riset dan eksperimen material bisa memberikan kedalaman lebih dalam proses kreatif pembuatannya.
Pameran “Rangkabala” oleh para mahasiswa Seni Murni ISI Yogyakarta angkatan 2023 ini berhasil menunjukkan bagaimana sebuah pameran bersama dapat menjadi jembatan untuk menyatukan karya-karya yang sangat beragam dengan latar belakang dan perjalanan pengkaryaan yang berbeda-beda, serta menciptakan ruang untuk berekspresi lebih bebas. Meskipun tantangan dalam menyatukan karya-karya yang memiliki latar belakang berbeda cukup besar, tema “Who Am I: Journey of Becoming” mampu memberikan payung yang kuat untuk mencakup berbagai pengalaman hidup, perasaan, dan refleksi yang berbeda dari para pengkarya. Pameran ini patut mendapatkan apresiasi, karena menyatukan banyak “kepala” untuk menghasilkan satu output bersama berupa pameran bukan perkara yang mudah. Diharapkan output-nya tidak berhenti pada terselenggaranya pameran ini, tapi memberikan dampak keberlanjutan yang baik pada setiap pihak yang terlibat.
Pameran ini bukan hanya soal menampilkan karya seni, tetapi juga soal keberanian dan semangat untuk keluar dari zona nyaman, serta berani menunjukkan identitas dan perjalanan hidup melalui karya seni. Inilah yang menjadi bukti nyata bahwa para mahasiswa Seni Murni ISI Yogyakarta angkatan 2023 siap untuk melangkah lebih jauh dalam dunia seni.
Penulis: Satria Alan D. / PRESSISI 12 dan Fira Khairu N. / PRESSISI 13
Fotografer: Ilham Yapi / PRESSISI 12
Editor: Maria Santissima T. B. / PRESSISI 11