Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT) melakukan penilaian ke Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta pada Senin, 23 April 2018 lalu dan menurunkan asesor berjumlah empat orang yang secara langsung terjun ke lapangan. Kegiatan ini dilakukan semua perguruan tinggi secara berkala untuk mendapatkan status, karena untuk menunjukkan kinerja suatu perguruan tinggi adalah dengan akreditasi. Akreditasi atau pentauliahan adalah suatu bentuk pengakuan terhadap lembaga pendidikan yang diberikan oleh badan yang berwenang setelah dinilai bahwa lembaga itu memenuhi syarat kebakuan atau kriteria tertentu. Kedatangan asesor bertujuan mengevaluasi, menilai, serta menetapkan status dan peringkat institusi.
Para asesor datang untuk mengkonfirmasi data-data yang sudah diperoleh dan melihat kondisi sesungguhnya. Data yang diperoleh berasal dari mahasiswa, alumni, dan stakeholder yang turut serta dalam rapat penilaian di Ruang Rapat III kala itu. Sebelumnya, pihak kampus telah melakukan peninjauan-peninjauan fasilitas pendidikan. Sehingga, pihak Kampus ISI cukup optimis mengajukan akreditasi lagi dengan harapan meningkatnya status Institut Seni Indonesia dari B menjadi A.
Penilaian terhadap perguruan tinggi itu sendiri seharusnya dilakukan lima tahun sekali. Namun, ISI yang belum mencapai lima tahun akreditasi, sudah boleh melakukan reakreditasi dikarenakan kampus ISI memiliki potensi untuk ditingkatkan. Hal ini juga merupakan inisiatif dari pemerintah dan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi untuk mengadakan bimbingan kepada institusi-institusi serta menganjurkan mereka untuk meningkatkan nilai berdasarkan standar mutu yang telah ditetapkan.

Desain: Anam & Karin
Pada penilaian akreditasi di Ruang Rapat III Senin lalu, dua belas mahasiswa hadir sebagai perwakilan tanpa syarat tertentu. Selain mahasiswa, pihak kampus juga menghadirkan alumni, salah satunya Tyo. Ia mengungkapkan bahwa kualitas output Kampus ISI sudah layak untuk mendapatkan akreditasi A. Namun masih banyak fasilitas, sarana prasarana, dan sistem pembelajaran yang harus dimaksimalkan lagi untuk kebutuhan lulusan itu sendiri. Saat ditemui Pressisi, Pembantu Rektor III, Drs. Anusapati, M.F.A menuturkan keoptimisan akan hasilnya. “Secara performa kinerja (Kampus ISI) dianggap bagus. Kenyataannya posisi kita (Kampus ISI) dalam perguruan tinggi sudah dipandang bagus. Dalam peringkat dunia bidang tertentu, kita posisi ke 17 dunia (performing arts),” ungkapnya.
“Manfaat dari meningkatnya akreditasi kampus adalah urusan dalam menjalin pekerjaan. Tentu akan melihat lulusan dari mana dan akreditasinya apa, dampaknya langsung kesana,” tutur Anusapati kemudian.
Namun ketika Rektor ISI Yogyakarta dimintai keterangan terkait visitasi BAN PT untuk reakreditasi kampus, beliau menolak untuk wawancara, dengan alasan masih memiliki kesibukan yang lebih penting (sembari mondar-mandir di depan Ruang Rektor). “Ga liat nih mba. Kepala saya lagi berasap?” tegasnya.
[Karina Devi Saraswati/ Despro 2016 dan Ahmad Ibnu Amar /Despro 2017]