Judul Buku : Kuratorial Hulu Hilir Ekosistem Seni
Penulis : Suwarno Wisetrotomo
Penerbit : Penerbit Nyala
Tahun Terbit : 2020
Cetakan : Pertama
Tebal Buku : 116 halaman
ISBN : 978-623-92562-5-8
Buku ini merupakan karya dari Suwarno Wisetrotomo, seorang kurator seni yang lahir pada tahun 1962 di Kulon Progo. Menyelesaikan pendidikan seni rupa di Fakultas Seni Rupa Yogyakarta (S1), Pascasarjana (S2) Program Studi Sejarah, dan di Program Studi Kajian Budaya dan Media (S3), Universitas Gadjah Mada. Suwarno Wisetrotomo terlibat diberbagai organisasi dan aktivitas kesenian, seperti menjadi kurator Galeri Nasional Indonesia, anggota Tim Ahli Warisan Budaya Tak Benda DIY, menjadi juri berbagai kompetisi Seni Rupa, menulis esai-esai kritik seni rupa untuk koran, majalah, dan jurnal, serta masih banyak lagi.
Buku Kuratorial Hulu Hilir Ekosistem Seni terdiri dari enam bab utama yang membahas mengenai serba-serbi kurator dan praktik kurasi. Terinspirasi dari pengalaman lapangan penulis yang telah memasuki dunia kurasi sejak tahun 1990-an. Lebih dari 30 tahun menjadi kurator membuat penulis memiliki banyak pengalaman merancang pameran, menemukan isu yang tepat, menyeleksi karya dan seniman, hingga menanggapi berbagai macam kritikan. Hal inilah yang akan kita temukan di dalam buku Kuratorial Hulu Hilir Ekosistem Seni.
Pada bab pertama dibahas mengenai Kurator dan Tata Kelola Seni. Masyarakat kontemporer berhubungan erat dengan berbagai perubahan dan pergeseran. Begitu pula dengan dunia seni yang menjadi tak terbatas pada persoalan penciptaan, ide-ide, bentuk, dan fungsinya, tetapi juga tentang bagaimana presentasi di ruang publik, mediasi, sosialisasi, dan produk pengetahuan yang harus dikerjakan oleh orang yang profesional. Oleh karena itu, dibutuhkan kurator yang memiliki pengalaman yang cukup dan berkualitas.
Seperti yang kita ketahui belum banyak pendidikan kurator di Indonesia, padahal sangat penting bagi para kurator untuk mengetahui seluk-beluk pengkurasian karya seni. Pendidikan kurator di Indonesia, pertama kali diselenggarakan pada tahun 2011 (dengan Surat Keputusan pendirian pada 16 Agustus 2010) oleh Program Pascasarjana Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta untuk tingkat magister (S2) yakni Magister Tata Kelola Seni. Setelah itu, pada tahun 2014 diselenggarakan untuk tingkat sarjana (S1) melalui Program Studi Tata Kelola Seni di Fakultas Seni Rupa ISI Yogyakarta.
Untuk menjadi kurator kita perlu mengetahui berbagai sektor yang saling berkaitan di dunia seni. Pada bab kedua buku ini, dibahas mengenai Seni dan Ekosistemnya, sehingga kita mengenal lingkaran sektor atau institusi lain yang berkepentingan, antara lain galeri, kolektor seni, manajer, museum, kritikus, jurnalis, dan lainnya. Ekosistem ini diperlukan agar setiap peristiwa seni menjadi berkualitas dan dapat memenuhi ekspektasi publik untuk mendapatkan “sesuatu” (nilai, makna, kesenangan, dan sejenisnya).
Pada bab ketiga, kita mulai memasuki penjelasan lebih lanjut mengenai Kurator dan Produknya. Menurut Suwarno, jika didefinisikan secara sederhana, kurator adalah seseorang atau tim yang bekerja mengamati, memilah, memilih, memaknai, menulis, dan mempresentasikan karya seni di ruang publik. Yang dimaksud dengan ruang publik ialah berupa ruang galeri, ruang museum, ruang apapun yang dirancang untuk pertunjukan atau pameran, baik milik privat atau publik, milik pemerintah atau swasta.
Seorang kurator memiliki kualitas baik dari kemampuan intelektual maupun hasil kerjanya. Mengacu pada jenis pekerjaannya, disebutkan dalam buku ini beberapa kualifikasi sebagai kurator, antara lain sejarawan seni (memiliki pengetahuan sejarah yang kaya), berpengetahuan untuk membaca seni, memiliki pengalaman mengalami (melakukan praktik seni), memiliki kepekaan/kemampuan menilai seni, memiliki kecakapan sosial, memiliki passion, dan memiliki pendidikan tata kelola seni (sampai saat ini masih menjadi satu-satunya pendidikan kurator).
Setelah mengetahui apa itu kurator dan produknya, di bab keempat dijelaskan mengenai Kurasi dan Pendekatannya. Bab ini merupakan elaborasi dari bab sebelumnya yang secara ringkas menguraikan bahwa kerja kurator meliputi hulu hingga hilir. Seorang kurator harus mengerjakan berbagai macam hal antara lain membaca peta seni, menentukan tema dan mekanisme seleksi, menulis pembacaan, merancang tata karya/presentasi, hingga mengelola kontroversi yang muncul dari kurasi yang telah dirancang.
Bab kelima buku ini berjudul Kurasi Sebagai Praktik Tata Kelola Seni. Tata kelola (manajemen) ditujukan untuk menata peristiwa agar mencapai hasil yang ideal seperti yang diharapkan. Tata kelola memastikan bahwa setiap bagian saling terkait dan berfungsi secara sistemik. Kurator merupakan orang atau tim yang bertanggung jawab terhadap kualitas dan isi materi pameran/pertunjukan. Oleh karena itu, kerja kurasi merupakan bagian utama dari praktik tata kelola seni.
Promosi merupakan salah satu kunci keberhasilan peristiwa seni. Di era yang serba digital ini, kegiatan promosi dibantu dan dipermudah oleh teknologi. Tujuan utama dari promosi dalam hal ini ialah menyebarluaskan peristiwa seni. Penyebarluasan peristiwa seni tidak hanya dilakukan menggunakan perangkat atau alat seperti poster, banner, katalog, media massa, dan sejenisnya, kurator dan seniman juga memiliki pengaruh besar untuk melakukan promosi.
Bagi media massa, narasumber yang paling kredibel adalah kurator dan seniman, baru pihak penyelenggara. Kurator sudah pasti dan harus bisa menjelaskan konsep pameran, bahkan konsep karya yang dibuat oleh seniman. Di sinilah peran kurator untuk menjelaskan dan menyampaikan maksud dari seniman atau pamerannya. Oleh karena itu, kurator perlu memiliki kemampuan berkomunikasi secara baik dengan “selera intelektual, selera artistik, selera ideologi” – untuk menarik perhatian publik karena kurator juga bagian dari presentasi pameran.
Bab terakhir buku ini membahas mengenai Kurator dan Masa Depannya. Bab ini merupakan bab yang sangat menarik karena setiap pekerjaan memiliki risiko dan tanggung jawabnya masing-masing. Dituliskan dalam buku bahwa masa depan kurator, terletak pada niat dan kesungguhan, integritas, komitmen, perilaku, dan konsistensi sang kurator. Perihal “masa depan” tentu juga tergantung pada situasi sosial, masyarakat, ekonomi, dan politik yang tengah terjadi di setiap negara maupun di area global.
Pada buku ini terdapat beberapa kesalahan penulisan yang terjadi. Secara keseluruhan, buku ini sangat bagus dan membantu khususnya untuk para kurator seni dan calon kurator seni, serta pegiat seni, pecinta seni, dan masyarakat pada umumnya. Penjelasan disampaikan dengan cukup jelas, sehingga mudah dipahami. Nilai tambah dari buku ini ialah terdapat gambar-gambar penunjang yang disajikan untuk memudahkan pembaca mengetahui maksud dari penulis, seperti adanya bagan alur kerja kurator, foto dokumentasi berbagai pameran, foto poster pameran, contoh MoU, dan sebagainya.
Teks oleh: Aisyah Khairunnisa / Pressisi angkatan 9 / Tata Kelola Seni 2019