Simpang Siur Penanganan Kekerasan Seksual di ISI Yogyakarta, Kampus: Ada di Irjen

Sumber foto cover:  Taylor Cole melalui Unsplash

Kasus kekerasan seksual yang masih diperbincangkan di lingkungan kampus ISI Yogyakarta hingga saat ini masih menimbulkan spekulasi liar dari berbagai kalangan, terutama mahasiswa. Pasalnya, hingga hari Jumat, 20 September 2024, belum ada publikasi lebih lanjut dari kampus ISI Yogyakarta tentang sudah sejauh mana penanganan kasus kekerasan seksual yang telah dilakukan.

Sementara itu, tercatat pada tanggal yang sama, tim liputan telah melakukan pertemuan dengan Wakil Rektor (WR) III bidang Kemahasiswaan ISI Yogyakarta terkait tindak lanjut penanganan kasus Kekerasan seksual. Dari hasil pertemuan tersebut, beliau mengatakan bahwa kasus ini masih akan menunggu informasi dan keputusan lebih lanjut dari pihak Inspektorat Jenderal (Irjen) Kemendikbudristek. 

Berdasarkan Peraturan Menteri (Permen) Nomor 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan  Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi pasal 38, disebutkan bahwa terdapat mekanisme terstruktur yang harus dilalui dalam melakukan penanganan kasus kekerasan seksual, di antaranya penerimaan laporan, pemeriksaan, penyusunan kesimpulan dan rekomendasi, pemulihan, dan tindakan pencegahan berulang.

Lainnya, mengutip unggahan akun resmi Instagram Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) ISI Yogyakarta @bemisiyk pada 30 Juli 2024 terkait mekanisme pelaporan kekerasan seksual di ISI Yogyakarta, setelah adanya laporan tindakan kekerasan seksual dan dilakukan penanganan oleh Satgas PPKS, laporan dan (surat) rekomendasi dibuat untuk selanjutnya diteruskan ke Rektor dan diserahkan kepada Dewan Pimpinan serta Irjen.

Sebelumnya, pada tanggal 9 September 2024, tim liputan telah mewawancarai Ibu Yulyta Kodrat, selaku Ketua Satuan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (SATGAS PPKS) ISI Yogyakarta. Dalam wawancara yang dilakukan, didapatkan informasi bahwa SATGAS PPKS tidak boleh diwawancarai oleh wartawan/pers dan menolak ditanya lebih lanjut terkait penanganan kasus pelecehan dan kekerasan seksual yang terjadi karena penanganan kasus-kasus tersebut bersifat tertutup (private). 

“Yang bisa saya katakan ya seperti yang (tertulis) di pers rilis itu. Ya maaf ya karena prosedurnya memang seperti itu. SATGAS PPKS tidak diizinkan (untuk memberikan informasi terkait penanganan kasus) dari Irjen,” ujarnya.

Selain itu, ia juga menambahkan bahwa penanganan kasus saat ini sedang menunggu proses lanjutan dari Irjen. SATGAS PPKS membuat surat rekomendasi dan telah diserahkan kepada Irjen Kemendikbudristek melalui Pimpinan Perguruan Tinggi (Rektor). Hal ini selaras dengan Permen Nomor 30 tahun 2021. 

“Tugas SATGAS PPKS selesai sampai rekomendasi, setelah itu tugasnya kementerian. Tindakan itu (keputusan) dari kementerian,” pungkasnya.

Terkait pers rilis yang disebutkan, pada 28 Agustus 2024 silam ISI Yogyakarta telah membagikan pers rilis terkait kasus pelecehan dan kekerasan seksual yang terjadi di kampus melalui pesan WhatsApp yang diteruskan (forward) terus menerus. 

Screenshot pers rilis yang disebarkan melalui WhatsApp

Meski begitu, cara penyampaian pers rilis tersebut menjadi perhatian mahasiswa. Pasalnya, pers rilis hanya disebarkan di WhatsApp melalui forward dari satu individu/grup ke yang lainnya, bukan dalam bentuk surat terbuka. Sehingga informasi tentang pers rilis tersebut tidak diterima secara menyeluruh oleh masyarakat ISI Yogyakarta. Dalam artian, tidak semua masyarakat ISI Yogyakarta mengetahui tentang adanya pers rilis tersebut. Ini terbukti dari pertanyaan yang dilontarkan oleh tim liputan kepada beberapa mahasiswa dan masyarakat ISI Yogyakarta lainnya di lapangan terkait pers rilis, mereka mengakui tidak tahu-menahu tentang adanya pers rilis tersebut. Ini turut menimbulkan kekecewaan mahasiswa sebab kampus dinilai tidak terbuka terkait apa yang sedang terjadi di ISI Yogyakarta. 

“Dalam membuat pernyataan publik pun tidak diproses dengan matang dan selayaknya, bagaimana kasus yang besar seperti ini bisa diproses sesuai dengan kelayakan dan keabsahannya? Apakah pihak kampus perlu kami beri tutorial untuk membuat pernyataan ke publik?” Tulis akun Instagram @isi.bergerak di caption unggahannya pada 4 September 2024 lalu. 

Ketika ditanya terkait pers rilis resmi (9/9/2024), SATGAS PPKS mengarahkan tim liputan untuk menghubungi pihak rektorat melalui e-mail dan pers rilis resmi akan diberikan oleh humas kampus.

“Sebetulnya itu yang resminya kalau kamu (PRESSISI) mengirim (permohonan) ke Rektor, nanti dikirimi yang ada kop (suratnya), gitu. Pers rilis itu, kalau medianya berkirim surat ke Pak Rektor, nanti dikirimnya pakai itu (surat dengan kop). Misal, kamu (PRESSISI) kepada Rektor, nanti dijawab sama Humasnya. Sebetulnya, jawaban itu kan kalau dia publikasi (media/pers) berkirim surat, kalau yang di-publish itu kan tanpa kop ya, kalau itu nanti pakai kop,” pungkasnya.

Kampus seharusnya mampu membuat pers rilis secara formal dalam bentuk surat resmi dan terbuka kepada publik agar informasi yang disampaikan menyeluruh dan tidak menjadi simpang siur di lingkungan ISI Yogyakarta. 

Lainnya ketika tim liputan menanyakan terkait jangka waktu penanganan kasus kekerasan seksual yang terjadi di ISI Yogyakarta kepada WR III (20/9/2024), beliau berharap bahwa kasus ini dapat terselesaikan sebelum akhir tahun 2024.

Teks oleh:

Nur Aisyah Deviyanti / PRESSISI 11
Maria Santissima T. B. / PRESSISI 11

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.