Panen Apa Hari Ini (PARI): Ruang Kolaborasi Seniman dan Kelompok Tani

“Ya, harapannya kolaborasi dengan Mas Anang ini dapat memajukan sektor pertanian di desa dan
guna meningkatkan kesejahteraan ekonomi warga setempat serta memperkuat tali persaudaraan di
antara masyarakat. Kita dapat saling merangkul dan melengkapi satu sama lain,”
ujar Ibu Indra, salah
satu anggota KWT Mawar 04 Ngentak, Desa Bangunjiwo.

Praktik seni menjadi salah satu fraksi dialektika dalam dunia kesenian yang selalu eksis dan tak pernah luput dari pembicaraan awam. Sebagaimana kodrat kesenian yang semestinya mampu berkolaborasi dengan siapapun dan dimanapun tanpa adanya ruang pembatas di antaranya.

Kali ini PARI hadir sebagai salah satu bentuk nyata dari proyek seni kolektif yang mampu membersamai masyarakat tradisional di dalamnya. Dalam penerapan konsepnya, Panen Apa Hari Ini (PARI) mengubah proses pengolahan menjadi pengetahuan. Dengan pendekatan pada warga yang memiliki minat untuk berkembang di sektor  pertanian, PARI memiliki 2 konsep utama, antara lain mempromosikan hasil pertanian dan mempublikasikan aktivitas petani. Adanya proyek seni ini diharapkan dapat memperluas wawasan dan tentunya untuk menjaring koneksi serta menjalin kolaborasi yang bersifat positif.

PARI sendiri, digagas oleh Anang Saptoto. Awalnya PARI merupakan respon terhadap masalah distribusi hasil produksi ke kota karena pandemi, yang selanjutnya berkembang menjadi platform dengan tujuan menghubungkan praktik seni dengan pertanian. Setiap kegiatan dikembangkan melalui kerja sama antara seniman dan mahasiswa seni, produsen makanan, penggemar pertanian, atau siapa saja yang tertarik dengan masalah kedaulatan pangan dan resolusi berbasis masyarakat.

“Secara gagasan PARI memang menghilangkan nilai kepakaran, dengan tidak menerapkan sistem yang sentralistik. Metodenya dengan diajak berjalan-jalan dan datang ke kelompok tani yang memang menggeluti suatu bidang tertentu. Dengan begitu kita dapat lebih saling mengenal. Menghubungkan yang tidak terhubung, menyambungkan yang belum tersambung,” pungkas Anang Saptoto ketika diwawancarai.

Sejak awal berdirinya, PARI telah bekerja sama dengan lebih dari 60 kelompok tani yang berlokasi di Bantul, Kulonprogo, Gunungkidul, Kota Jogja, bahkan hingga mancanegara. Dalam praktiknya, diterapkan konsep bahwa setiap bulannya akan ada 1 kecamatan yang diajak bekerja sama. Sehingga setiap bulannya Anang Saptoto berusaha menjaring kenalan baru untuk kemudian diajak berkolaborasi.

Hasil dari bimbingan Anang, kelompok tani yang pernah diajak berkolaborasi bisa berjalan sendiri dengan lebih baik dan makin lebih maju dalam sektor pertaniannya. Karakteristik Anang Saptoto yang selalu ingin belajar hal baru dan bekerja sama dengan pihak lain memberi ruang kesempatan untuk terus menjalin kolaborasi yang mendatangkan manfaat bagi kedua belah pihak.

Anang Saptoto memang memiliki ketertarikan untuk membaur bersama ibu-ibu di kampung dan desa. Sejak 20 tahun lalu, Anang Saptoto muda sudah gemar mengadakan projek-projek kesenian. Berawal dari rasa ingin tahu yang tinggi tentang bagaimana cara yang benar untuk menanam, pola untuk menanam, serta teknik pengelolaannya, berakhir menjadi suatu proyek seni kolektif yang bervisioner. Beliau menerapkan proses amplifikasi dengan media PARI-nya sebagai seorang seniman dimana terdapat proses akulturasi di dalamnya dalam bingkai kebudayaan lokal.

Sebuah Kolaborasi Menuju Ruang Pamer

Dalam Perhelatan Biennale 2023 Jogja 17 2023 tahun ini mengusung judul “Titen: Pengetahuan Menumbuh, Pijakan Berubah”. PARI berkolaborasi dengan KWT Pak Sadir, Petani Pepaya. Bentuk kolaborasi ini diwujudkan dalam pembuatan gazebo dilahan milik KWT yang gunanya sebagai tempat istirahat anggota KWT saat bertani.  Lahan mereka yang juga sebelumnya hanya dikelilingi dengan pembatas berupa jaring-jaring saja, diubah menjadi pagar yang lebih kokoh dan aman untuk jangka panjang. Kolaborasi ini berjalan dengan tetap tetap tak lepas dari tujuan  utamanya yaitu membangun semangat warga dalam bercocok tanam.

Ketertarikan Anang untuk berkolaborasi dengan KWT, tidak lepas dari adanya potensi pada masyarakat RT 04 di Desa Bangunjiwo ini. Jarang sekali terdapat kelompok tani wanita dalam suatu desa yang pada umumnya hanya terdapat petani-petani biasa. Hal ini memiliki nilai keunikan tersendiri.

Saat diajak berkolaborasi bersama Biennale, Anang Saptoto memulai obrolan dengan Alia Swastika, Direktur Yayasan Biennale Yogyakarta, yang sebelumnya telah mengenal ibu-ibu anggota KWT Mawar 04 Desa Bangunjiwo. Alia menjelaskan tentang bagaimana kondisi sektor pertanian dan potensi yang ada di daerah-daerah Desa Bangunjiwo ini. Keduanya saling bertukar pikiran lebih lanjut dan dari sinilah muncul ide Anang untuk melakukan kolaborasi dengan kelompok tani wanita RT 04 ini. Atensi Anang Saptoto yang memang tertarik pada sektor pertanian ini menjadi pintu peluang untuk meningkatkan jalinan kerja sama dengan para warga desa.

Ketika pertama kali mengunjungi RT 04 ini, Anang Saptoto melihat keprihatinan pada para warga desa yang duduk di pinggiran aspal setelah selesai bekerja di lahan yang akan dijadikan taman. Bermula dari sinilah Anang menginisiasi untuk membentuk pendopo di dekat taman untuk menjadi tempat melepas penat para warga dengan berkolaborasi bersama Forum Arsitektur Kampung Kolaboratif (FAKK) Yogyakarta.

“Kali ini aku berkolaborasi dengan anak-anak arsitek. Ketiaka bermain ke lahan warga, para ibu-ibu yang selesai bekerja biasanya akan duduk di aspal. Melihat hal ini teman-teman arsitek memiliki respon tersendiri terhadap hal tersebut. Karena pada prinsipnya kelompok tani membutuhkan respon-respon yang bersifat physically,” ujar Anang.

Pemasangan pasak pertama pada lahan yang akan dijadikan taman desa di RT 04 Ngentak, Desa Bangunjiwo, oleh Anang Saptoto bersama warga setempat (6/9/2023)

Antara Praktik Seni dan Pertanian

Pendekatannya dengan para warga dimulai dengan mengkomunikasikan langsung tentang ide kolaborasi Anang yang tertarik untuk bekerja sama dengan warga. Dengan antusias yang tinggi, warga setempat pun menyetujui ide kolaborasi tersebut. Keantusiasan ini juga dibuktikan dengan semangat warga yang menyiapkan bahan-bahan untuk proyek dari milik warga sendiri, seperti bambu untuk pembuatan pagar, tanah gembur dari lahan itu sendiri, dan lain-lain. Pertemuan resmi pertama kedua belah pihak ini ditandai dengan pemasangan pasak pertama pada lahan yang akan dijadikan taman pada tanggal 6 September 2023.

Proses pembuatan taman desa ini merupakan kolaborasi antara Anang Saptoto dan peran partisipatif dari FAKK Yogyakarta. Merekalah yang mengambil peran dalam mendesain bagaimana gambar kerja taman desa dan pendopo yang akan dijadikan sebagai proyek di desa tersebut. Pada taman desa, terdapat berbagai jenis tanaman yang telah diperkirakan sesuai dengan jangka waktu panennya masing-masing. Ada yang menghasilkan tanaman untuk jangka panjang, menengah, maupun pendek, tergantung dari kebutuhan masyarakat setempat. Untuk jangka pendek terdapat tanaman cabai dan kangkung, serta terong sebagai pilihan tanaman untuk jangka menengah. Untuk jangka waktu panjang, lidah buaya menjadi pilihan warga setempat dengan perawatan tanamannya yang dapat dikatakan cukup mudah. Hal ini diharapkan dapat menjadi ikon/keunikan dari KWT Mawar 04.

“Kalau lidah buaya itu untuk jangka waktu panjang kita tertarik ingin memunculkan ikon dari KWT yang lainnya. Di samping itu ada juga tanaman yang bisa dikonsumsi oleh anggota KWT.” Jawab Ibu Martini, salah satu anggota KWT Mawar 04 ketika ditanyai tentang pemilihan tanaman untuk taman desa yang akan mereka olah.

Pemilihan jenis-jenis tanaman ini juga diharapkan dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan konsumsi warga setempat. Hasil panen pada awalnya hanya dimanfaatkan dan diperjualbelikan di antara sesama anggota KWT saja dan akan dititipkan ke penjual yang juga berasal dari warga desa itu sendiri jika terdapat kelebihan saat musim panen. Biasanya hasil panen tersebut akan didistribusikan oleh para penjual di pasar maupun lewat sistem pedagang keliling. Nantinya, hasil dari jual beli panen taman ini dipergunakan kembali dengan sebaik mungkin untuk memenuhi kebutuhan desa untuk ke depannya. Adanya kerja sama ini menjadi jembatan yang menghubungkan antara proyek kesenian PARI menuju keterkaitan sosial dalam masyarakat. Proses keterikatan antara dua pihak yang menjalin kolaborasi ini diharapkan dapat meningkatkan kepekaan masyarakat dalam sektor pertanian dan kebudayaan dengan resolusi berbasis masyarakat. 

Dari warga setempat, harapan dari kolaborasi ini tentunya untuk dapat meningkatkan taraf kesejahteraan warga RT 04 Desa Bangunjiwo terutama dalam bidang pertanian. Berangkat dari ibu-ibu KWT mempunyai latar belakang pendidikan yang berbeda-beda, mereka mempunyai visi dan misi yang sama guna mengutamakan kepentingan bersama. Dengan adanya kolaborasi ini dan juga keterlibatan teman-teman mahasiswa, para warga berharap dapat semakin mengenalkan keunikan desa mereka kepada dunia luar. Apa yang menjadi ciri khas dan kekuatan dari warga RT 04 Desa Bangunjiwo ini. Mereka sangat terbuka terhadap tawaran kolaborasi yang dapat meningkatkan wawasan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Dalam konteks kolaborasi antara Anang Saptoto dan KWT Mawar 04 Desa Bangunjiwo ini, PARI kembali berhasil membersamai masyarakat desa, menghubungkan antara praktik seni dengan pertanian.

“Harapan dari kolaborasi ini terutama untuk kesejahteraan warga. Ada berbagai tanaman yang dibudidayakan dan uang dari hasil penjualan akan digunakan untuk membeli bibit lagi. Dari warga untuk warga, intinya seperti itu,” ujar Ibu Indra, salah satu anggota KW Mawar 04.

Penulis: Maria Santissima Trindade Borromeu / PRESSISI 11

Editor: Hayatun Nufus
Kolaborasi: LPM Ekspresi X Arena X Philosofis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.